Sekarang ini, banyak perkembangan baru terkait dalam bidang ekonomi, seperti masalah mata uang, pola transaksi perdagangan, lembaga keuangan modern dan sebagainya.
Apakah konsep lembaga keuangan Islam telah ada sejak zaman Rasulullah atau baru muncul belakangan ini? Dan apakah Al Qur’an telah menjelaskan mengenai konsep lembaga keuangan? Apakah pada zaman Rasulullah telah terjadi pemikiran dan praktek lembaga keuangan hingga zaman Islam Modern ?
LEMBAGA KEUANGAN DI ZAMAN RASULULLAH
Sebelum Muhammad diangkat sebagai Rasulullah, dalam masyarakat jahiliiyah sudah terdapat sebuah lembaga politik semacam dewan perwakilan rakyat yang disebut darun nadwah. Didalamnya para tokoh Mekkah bermusyawarah untuk mengambil sebuah keputusan.
Ketika dilantik menjadi Rasulullah, beliau mendirikan lembaga tandingan yaitu Darul Arqam, namun perkembangannya banyak kendala dan rintangan dari pemuka Mekkah, sampai akhirnya Rasulullah memutuskan untuk hijrah ke Madinah.
Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, maka yang dilakukan beliau :
- Masjid Quba, sebagai tempat beribadah dan sentral kegiatan kaum muslimin.
- Membentuk “lembaga” persatuan para sahabatnya yaitu persaudaraan para Muhajirin dan Anshar, yang diikuti dengan pembangunan Masjid Nabawi sebagai sentral pemerintahan untuk selanjutnya.
- Melakukan penertiban pasar, dan menolak pembentukan pasar baru khusus bagi kaum muslimin, karena pasar merupakan suatu yang alamiah dan harus berjalan sesuai sunatullah.
- Sesuatu yang revolusioner yaitu pembentukan lembaga penyimpanan yang disebut Baitul Maal, merupakan tempat proses penerimaan pendapatan (revenue collection) dan pembelanjaan (expenditure) yang transparan yang bertujuan sebagai welfare oriented.
- Wilayatul Hisbah, merupakan sistem pengawasan atau kontrol negara yang langsung dipegang sendiri oleh beliau. Hal ini merupakan sesuatu yang baru pada zaman tersebut, karena sistem pengontrolan dikerajaan sekitar Laut Tengah tidak ada sama sekali. Diriwayatkan Rasulullah pernah menegur seseorang yang menjual kurmanya dengan harga yang berbeda di pasar. Beliau juga menolak permintaan sahabatnya untuk menentukan harga yang layak bagi kaum muslimin karena harga-harga yang ada dipasar terlalu tinggi.\
- Pembangunan Etika Bisnis, Rasulullah tidak hanya menciptakan tradisi pencipataan sebuah lembaga, tetapi juga membangun sumber daya manusia dan akhlak / etika yang baik untuk menjalankannya antara lain :
Penghapusan Riba. Keberadaan Yahuid dengna praktek ribanya membuat penduduk Madinah resah, karena sangat mencekik leher. Sehingga Allah menurunkan ayat secara bertahap untuk meninggalkan praktek riba tersebut. Penghapusan riba terbukti menciptakan kondisi yang memungkinkan tumbuhnya ekonomi secara cepat. Hal ini terbukti bahwa
Pada masa hijrah Madinah dikenal sebagai kota yang miskin, tetapi sepeninggal Rasulullah Madinah menjadi kota baru yang tumbuh dan berkembang mjenghidupi daerah sekitarnya.
Keadilan. Dalam setiap kebijakan ekonomi Nabi mementingkan keadilan yang bukan hanya berlaku untuk kaum muslimin, tetapi juga berlaku untuk kaum-kaum yang lainnya.
· Rasulullah melarang Monopoli sejak abad 14 yang lalu.
· Rasulullah mengembangkan prinsip dan etika bisnis lainnya, yaitu menganjurkan kepada pedagang untuk senantiasa berpegang pada sifat-sifat terpuji, yaitu bersikap adil , baik (ihsan), kerjasama (ta’awun), amanah, tawakal, qona’ah, sabar dan tabah
LEMBAGA KEUANGAN ZAMAN KHULAFA RASYIDIN
Tradisi yang dibangun Rasulullah diteruskan dan dikembangkan pada zaman Khalifah penggnati beliau, yaitu melakukan musyawarah dalam memilih pengganti belaiu dengan hasil Abu Bakar Ash Shiddiq terpilih sebagai Khalifah. Pada masa Umar bin Khattab beliau melanjutkan Baitul Maal dan semakin mapan, yaitu sistem administrasi dan pembentukan dewan-dean dilakukan untuk ketertiban administrasi. Umar juga meluaskan basis zakat dan sumber pendapatan lainnya. Umar juga dikenal dengan keadilan danketelitiannya sehingga pengawasan menjadi lembaga yang berwibawa dibawah pemerintahannya. Beliau turun sendiri untuk mengawasi mekanisme pasar, memberlakukan kuota kepada pedagang dari Persia dan Romawi yang akan
masuk ke Madinah. Namun kebijakan fiskal yang mendapat banyak kritikan dari para sahabat adalah ketika Iraq ditaklukkan oleh kaum muslimin, ia tidak membagikan harta rampasan kepada kaum muslimin sebagaimana biasa, melainkan membiarkan ditangan penduduk setempatdengan memungut kharaj dari penduduk setempat.
Kebijakan Umar diikuti oleh Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Yang perlu dicatat adalah para khalifah Rasyidin amat serius memikirkan kesejahteraan rakyat dengan memfungsikan secara maksimal pendapatan dan pengeluaran dalam Baitul Maal, yang terlaksana dengan maksimal oleh pribadi – pribadi yang jujur dan amanah.
LEMBAGA KEUANGAN DI ZAMAN DINASTI
Ketika Ali bin Abi Thalib wafat dan diganti oleh Mu’awiyah, lalu diteruskan oleh anaknya, Yazid maka lembaga syuro lembaga syuro dalam politik pemerintahan Islam telah bergeser menjadi dinasti/kerajaan. Meskipun berubah, tetapi fungsi Baitul Maal tetap berjalan sebagaimana mestinya. Kecuali bahwa mulai terjadi disfungsi pada pengeluaran-pengeluaran disebabkan tingkat ketaatan agama mulai menurun.
Hanya satu khalifah pada dinasti ini yang dikagumi karena keadilan dan keshalehannya, yaitu Umar bin Abdul Aziz, walaupun masa pemerintahannya sukup singkat yaitu 2,5 tahun, namun ia mampu mendistribusikan pendapatan sedemikian rupa sehingga dapat mensejahterakan rakyatnya, sehingga pada masa itu susah mencari orang yang menerima zakat.
Dinasti Umayah di Damaskus berakhir dengan naiknya dinasti Abasiyah, sepanjang pemerintahannya terjadi perubahan pola ekonomi, sehingga disalah satu khalifahnya menciptakan standar uang bagi kaum muslimin dikarenakan ada kecenderungan orang menurunkan nilai uang emas dan perak, serta mencampurkan dengan logam yang lebih rendah. Pada zaman keemasan dinasti ini fungsi Baitul Maal telah merambah kepada pengeluaran untuk riset ilmiah dan penerjemahanbuku-buku Yunani, selain untuk biaya pertahanan dan anggaran rutin pegawai.
Dinasti Abasiyah pudar berganti dengan Turki Saljuq di Asia Tenggara, Sasanid di Cordova dan Fathimiyah di Mesir dan berakhir Turki Usmani di Istambul. Selama itu fungsi Baitul Maal berkembang menjadi perbendaharaan negara dan pengatur kebijakan fiskal dan moneter.
Runtuhnya Dinasti Usmaniyah di Turki menandakan menangnya kolonialisme di negeri-negeri Islam, baik secara fisik dan pemikiran. Karena itu meskipun kemudian negeri-negeri Islam merdeka dari penjajahan, namun Baitul Maal tidak pernah muncul lagi.
LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH MODERN
Gerakan Lembaga Keuangan Syari’ah Modern dimulali dengan didirikannya sebuah bank dengan simpnanan lokal yang beroperasi tanpa bunga di desa Mit Ghamir, ditepi Sungai Nil, Mesir tahun 1969 oleh Dr. Abdul Hamid An- Naggar, walaupun beberapa tahun kemudian tutup karena masalah manajemen. Hal ini mengilhami konferensi ekonomi Islam pertama di Mekkah pada tahun 1975 salah satu hasilnya adalah 2 tahun kemudian berdiri Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank/IDB). Kemudian diikuti dengan berdirinya bank-bank komersial dengan sistem syari’ah di beberapa negara termasuk Indonesia.
Munculnya bank-bank syari’ah diiringi dengan kebutuhan akan lembaga-lembaga keuangan pendukungnya seperti asuransi syari’ah, kemudian disusul dengan kebutuhan atas pasar modal syari’ah dan lembaga-lembaga keuangan syari’ah lainnya.
Dorongan untuk mengkaji sistem keuangan Islam secara umum terus meningkat tidak saja pada tingkat bisnis empiris, melainkan juga pada tingkat akademis dan kesarjanaan.