Zakat dari istilah fiqh berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak.
Kata zakat dalam bentuk ma’rifah disebut 30 kali dalam Al Qur’an, 27 kali diantaranya disebutkan dalam satu ayat bersama dengan shalat, dan selebihnya disebutkan dalam konteks yang sama dengan shalat walaupun tidak satu ayat.
Qhadi Abu Bakar bin Arabi mempunyai pendapat zakat dinamakan sedekah. Maka zakat atau sedekah merupakan bukti akan adanya pembenaran –dengan keyakinan – dari ummat Islam akan kebenaran Al-Qur’an dan al-Hadits.
Sejarah Zakat
· Zakat diwajibkan pad tahun ke-9 Hijrah, sementara shadaqah fitrah pada tahun ke-2 Hijrah. Sebelum diwajibkan zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum.
· Peraturan mengenai zakat muncul pada tahun ke-9 H ketika dasar Islam telah kokoh, wilayah negara berekspansi dengan cepat dan orang berbondong-bondong masuk Islam.
· Zakat dan Ushr sebagai pendapatan utama bagi negara dimasa Rasulullah, yang merupakan kewajiban agama dan termasuk salah satu pilar Islam. Pengeluarannya tidak dapat dibelanjakan untuk pengeluaran umum negara yang dijelaskan dalam QS At Taubah (9) ayat 60. Pemerintah pusat berhak menerima keuntungan hanya bila terjadi surplus yang tidak dapat didistribusikan lagi kepada orang-orang yang berhak dan ditambah kekayaan yang dikumpulkan di Madinah, ibukota negara.
· Pada masa pemerintahan Abu Bakar mengambil langkah-langkah tegas dalam mengumpulkan zakat dari semua ummat Islam termasuk suku Badui yang kembali memperlihatkan tanda-tanda pembangkangan sepeninggal Rasulullah saw. Abu Bakar memerintahkan pasukannya untuk menyerang suku-suku pembangkang tersebut.
Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab, zakat dijadikan ukuran fiskal utama dalam rangka memecahkan masalah ekonomi secara umum. Pengenaan zakat atas harta menjamin penananam kembali dalam perdangan dan perniagaan dan memberi keseimbangan antara perdagangan dan pengeluaran.
Pada pemerintahan Utsman bin Affan dilaporkan bahwa untuk mengamankan dari gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa pengumpul yang nakal, Utsman mendelegasikan kewewenangan kepada para pemilik untuk menaksir kepemilikannya sendiri.
Pelaksanaan pemungkutan zakat dimasa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin menjadi bukti arti penting zakat bagi pembangunan negara dan kesejahteraan Ummat Islam.
Hikmah Zakat
1. Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya dan dhu’afa.
2. Pilar amal jama’i antara aghniya dengan para mujahid dan da’i yang berjuang dan berda’wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT
3. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk.
4. Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
5. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan.
6. Untuk pengembangan potensi ummat.
7. Dukungan moral kepada orang yang masuk Islam.
8. Menambah pendapataan untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.
9. Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah dengan materi untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
10. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dalam diri orang-orang miskin.
11. Menjadi unsur penting dalam keseimbangan distribusi harta dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat.
12. Menunjang terwujudnya sistem kemasyarakat Islam yang ummatan wahidan, musawah, ukhuwah Islamiyah, dan takaful ijti’ma.
13. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa (menumbuhkan akhlak mulia, murah hati dan peka tehadap masalah ummat).
14. Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi dan pemerataan karunia Allah dan perwujudan solidaritas sosial.
Penyaluran Zakat
Zakat disalurkan kepada tujuh golongan yaitu :
1. Fakir dan miskin, termasuk didalamnya biaya penyantunan orang-orang miskin dilembaga-lembaga sosial, panti asuhan dan lembaga modal bagi fakir miskin agar mereka dapat berusaha secara produktif.
2. Kelompok amil (petugas zakat), termasuk biaya administrasi dan personil badan atau organisasi amil itu serta aktivitas yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran berzakat di masyarakat.
3. Kelompok muallaf (orang yang baru masuk Islam), dana penyantunan dan pembinaan orang-orang yang baru masuk Islam, termasuk membiayai lembaga dakwah agama.
4. Memerdekakan budak belian, ditambah pengertian membebaskan petani, pedagang dan nelayan kecil dari lintah darat / rentenir.
5. Kelompok gharimin (kelompok yang berutang yaitu orang atau lembaga yang jatuh pailit atau yang mempunyai tanggungan utang sebagai pelaksanaan kegiatan yang baik menurut hukum.
6. Fi Sabilillah, termasuk semua keperluan peribadatan, pendidikan, dakwah, penelitian, penerbitan buku, majalah ilmiah dll.
7. Ibnu Sabil, orang yang terputus bekal diperjalanan, termasuk segala usaha guna membantu biaya perjalanan seseorang yang kehabisan biaya, beasiswa dan biaya-biaya ilmiah.
Aspek Ekonomi
Dari tinjauan ekonomi tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa zakat menjadikan masyarakat menjadi melarat. Ketentuan zakat tidak saja mengedepankan keadilan tetapi juga kemaslahatan.
Hal ini terlihat dari ketentuan nisab dan kadar barang yang berbeda pada setiap jenis barang, zakat disektor non produktif (iddle asset) – uang kas, perhiasan, tabungan dll – kewajiban membayar zakatnya lebih besar dari pada zakat produktif. Investasi ke sektor non produktif mendapatkan beban biaya tinggi berupa zakat dan tidak banyak menghasilkan keuntungan. Hal ini mendorong masyarakat untuk mengallihkan dananya ke sektor produktif, seperti mengolah lahan pertanian, perdagangan atau untuk modal usaha.
Dengan mengalihkan ke sektor produktif input produksi akan meningkat, ditandai dengan permintaan atas faktor produksi (seperti SDM / Tenaga Kerja), yang akan mempengaruhi peningkatan output produksi, hal ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat, yang akan menyebabkan tingkat konsumsi yang meningkat atas barang-barang produksi. Terserapnya barang-barang produksi di pasar akan menjaga keberlangsungan produksi.
Akselerasi zakat ini disebut multiplier effect, yang tertuang dalam QS Al-Baqarah (2) ayat 261.
Pengaruh zakat bagi kesejahteraan
Gambar
Kedudukan Hukum Zakat di Indonesia
Di Indonesia, pengelolaan zakat diatur berdasarkan UU No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) no.581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No.38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Pengelolaan zakat bertujuan :
- Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama.
- Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dala upaya mewujudkan kesejahtaraan masyarakat dan keadilan sosial.
- Meningkatkan hasil dan daya guna zakat.
Dalam pelaksanaan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya. Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat, pemerintah wajib membantu biaya operasionalitas badan amil zakat. (Bab III pasal 9 dan Bab VIII pasal 23)
Lembaga Pengelola Zakat di Indonesia terdiri dari 2 kelompok : Badan Amil Zakat (BAZ) – yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) – yang dibentuk oleh masyarakat.
Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI No.381 tahun 1999, dinyatakan bahwa lembaga zakat harus memiliki persyaratan teknis sebagai berikut :
- Berbadan Hukum
- Memiliki dana Muzakki dan Mustahik
- Memiliki program kerja yang jelas
- Memiliki pembukuan yang baik
- Melampirkan surat pernyataan bersedia di audit
Sedangkan persyaratan lembaga pengelolaan zakat sebagai berikut :
- Beragama Islam
- Mukallaf yaitu orang yang sudah dewasa
- Memiliki sifat amanah dan jujur
- Mengerti dan memahami hukum zakat
- Memiliki kemampuan melaksanakan tugas dengan baik
- Pekerja keras